Perempuan di Garis Depan Perdamaian: Kisah Inspiratif dan Perannya di Indonesia
1. Mengapa Perempuan itu Agen Perdamaian?
Sejak diadopsinya Resolusi 1325 oleh Dewan Keamanan PBB pada tahun 2000, perempuan diakui memiliki peran penting dalam proses peacekeeping, peacemaking, dan peacebuilding. Mereka tidak hanya menjaga keamanan fisik, tetapi juga memulihkan kepercayaan komunitas pasca-konflik.
2. Peran Nyata Perempuan di Misi Perdamaian
Dalam konteks Indonesia, keterlibatan perempuan dalam misi PBB baik di militer, polisi, maupun sipil telah terbukti efektif. Studi menunjukkan bahwa kehadiran mereka meningkatkan kepercayaan lokal dan ketahanan sosial.
Contoh: Korps Wanita TNI aktif dalam misi bantuan kemanusiaan di Lebanon dan Kongo, memberi dampak signifikan dalam pendampingan kesehatan dan perlindungan perempuan lokal .
3. Cerita dari Lapangan: Webinar & Komunitas
Di Pontianak, Aliansi Perempuan Kalimantan menyelenggarakan webinar “Perempuan Sebagai Agen Perdamaian” untuk memberdayakan perempuan di daerah konflik lokal.
4. Tantangan & Peluang
a. Tantangan:
Rendahnya partisipasi perempuan dalam negosiasi dan pengambilan keputusan lokal
Kekerasan berbasis gender masih marak di daerah post‑conflict seperti Aceh
b. Peluang:
Adopsi National Action Plan (RAN) WPS sejak 2014, dan agenda lokal di beberapa provinsi
Keterlibatan aktif PBB dan UN Women dalam pelatihan dan monitoring di wilayah terdampak
5. Aksi yang Bisa Kita Lakukan
Dorong dialog lokal antara tokoh perempuan dan aparat keamanan
Adakan pelatihan KPS (Kesetaraan, Pelindungan, dan Sosial)* bagi perempuan di desa
Bangun jejaring komunitas: organisasi perempuan bisa memperluas jaringan ke tingkat ASEAN dan global
6. Kesimpulan
Perempuan bukan sekadar korban atau penonton konflik; mereka adalah agen perubahan. Lewat WPS Agenda, dari resolusi global hingga aksi lokal di Kalimantan dan Aceh, posisinya semakin menguat. Tantangan masih ada, tetapi potensi perempuan dalam merajut perdamaian tak bisa disangkal.
Komentar
Posting Komentar